Di masa silam Goa Selarong merupakan markas besar dari laskar Pangeran Dipo-negoro, dalam perjuangan-nya melawan pemerintah Hindia Belanda, antara tahun 1825 - 1830.

Kini goa tersebut menjadi salah satu obyek wisata peninggalan sejarah yang mengandung nilai - nilai luhur, utamanya berkaitan dengan program pembinaan generasi muda dan khususnya dalam rangka menciptakan dan membangun semangat patriotisme dan nasionalisme di kalangan generasi muda.

Goa Selarong jauhnya 13 kilometer di sebelah Selatan kota Yogyakarta. Hasil kebun dari masyarakat setempat adalah buah jambu biji (jambu kluthuk), yang dapat dibeli sebagai oleh - oleh, disamping itu fasilitas seperti toilet, gardu pandang sebagai sarana untuk menikmati pemandangan sekitar Goa dengan hamparan lembah yang begitu indah.


TOURISM : GOA CERME (YOGYAKARTA)

Goa Cerme, sebuah goa yang terletak di dusun Srunggo, Selopamioro, Imogiri, Bantul mempunyai panjang lorong kurang lebih 1.200 meter, memiliki pemandangan dalam goa yang unik dan menarik dengan Stalaktit dan Stalakmit serta aliran air jernih yang di beberapa tempat mencapai kedalaman 1 meter merupakan obyek wisata alam yang cukup menarik untuk dikunjungi. Letaknya tidak begitu jauh dari kota Yogyakarta ± 22 Km dan mudah dicapai oleh segala macam kendaraan.

Menurut ceritera , goa ini dahulu merupakan tempat pertemuan yang dipergunakan oleh Walisongo pada awal penyebaran agama Islam di pulau Jawa’. “Cerme” berasal dari kata “Ceramah”, yaitu ceramah yang dilakukan oleh Walisongo dan para pengikutnya pada waktu merencanakan pendirian Masjid Agung di Demak.

Dengan Stalaktit dan Stalakmit yang indah dan unik dengan aliran air yang jernih dan sejuk, pengunjung akan merasa senang dan santai menyusuri lorong - lorong goa, dengan begitu segala kepenatan akibat kesibukan dan rutinitas kehidupan dapat sirna begitu saja. Para pengunjung yang bermaksud memasuki goa, sebaiknya menghubungi juru kunci agar memperoleh keterangan dan panduan yang benar. Di samping goa Cerme sebagai goa utama di sekitarnya masih ada beberapa goa lebih kecil yang biasa digunakan sebagai tempat bersemedi antara lain goa Dalang, goa Ledek, goa Badut dan goa Kaum.

Sepanjang perjalanan menyusuri lorong goa, mulai dari pintu masuk di dusun Srunggo, Imogiri, Bantul para pengunjung akan menjumpai bekas panggung pertemuan, air Zam - zam, mustoko, air suci, watu kaji, pelungguhan / paseban, kahyangan, grojogan sewu, air penguripan, gamelan, batu gilang, lumbung padi, gedung sekakap, kraton, panggung, goa lawa dan watu gantung, kemudian sampai di pintu keluar di desa Ploso, Giritirto, Panggang, Gunungkidul.

TOURISM : GOA KISKENDO (YOGYAKARTA)

Merupakan goa alam di pegunungan Menoreh kulonprogo yogyakarta yang terletak 1.200 m di atas permukaan laut yang berhawa sejuk, dari bentuk serta keadaannya sangat serupa dengan apa yang tersirat dalam legenda Istana Goa Kiskendo (yang merupakan fragmen dari cerita Ramayana), tempat tinggal raksasa Mahesasura yang berkepala kerbau dan lembusura yang berkepala sapi. Dalam kisah pewayangan , di tempat ini terjadi pertempuran antara Subali - Sugriwa dengan raja Mahesasura dan patih Lembusura yang menghuni goa ini.

Di samping itu keadaan - keadaan geologis dari goa - goa yang ada di daerah berbatu kapur (lime - stone), di dalam goa Kiskendo ini terdapat banyak stalaktit dan stalagmit yang aneh namun indah bentuknya. Di dalam goa ini mengalir sungai dibawah tanah yang dalam cerita pewayangan, dan dalam pertempuran antara Subali - Sugriwa dan Mahesasura - Lembusura, mengalirkan air berwarna merah dan putih.


TOURISM : PANJAT TEBING PANTAI SIUNG (yogyakarta)

Pantai Siung terletak di dusun Wates desa Purwodadi Kecamatan Tepus propinsi D.I Yogjakarta ini merupakan sebuah pantai yang masih jarang pengunjung, meskipun sarana penunjang pariwisata sudah dipersiapkan, akan tetapi mungkin karena kondisi jalan yang jelek membuat pantai ini kalah pamor dibandingkan pantai-pantai lain yang ada dalam lingkup propinsi D.I Yogjakarta.

Keistimewaan Pantai Siung dibanding pantai lainnya bukan hanya karena pantai ini berpasir putih, akan tetapi pantai ini memiliki kompleks tebing-tebing kars yang sangat menantang untuk dipanjat. Lokasi tebing berada persis disebelah kanan dari pantai. Tidak ada informasi yang jelas siapa yang pertama kali membuka jalur panjat di Siung.

Saat ini sudah ada delapan jalur panjat, dan tiga diantaranya dibuat oleh seorang pemanjat Jepang bersama istrinya, jalur tersebut bernama: Jalur Welcome (5.11d), Jalur Sembilan Bor (5.10), Jalur Pacaran (5.12). Sedangkan lima jalur lainnya tidak jelas siapa yang membuatnya dan apa nama jalurnya, dan kisaran tingkat kesulitannya antara 5.11 - 5.13.

Lokasi tebing Siung mudah dicapai dengan kendaraan roda empat, akan tetapi kendaraan umum tidak ada kelokasi ini. Jadi untuk pencapai kelokasi ini harus memakai kendaraan pribadi atau mencarter kendaraan umum. Dari Yogjakarta lintasi jalur kearah Wonosari, kemudian ikuti jalan lurus menuju Pantai Baron, kemudian akan dijumpai pertigaan besar beraspal baik, belok kejalan tersebut. Ikuti terus jalan yang ada, kemudian kita akan memasuki perkampungan Desa Purwodadi, sebelum balai desa kita akan menjumpai pertigaan kekanan dan jalannya jelek, ikuti jalan kekanan tersebut dan tidak lama akan sampai di pantai Siung.


TOURISM : UPACARA TRADISIONAL SEKATEN

Nabi Besar Muhammad S.A.W. lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ke tiga dari tahun Jawa. Di Yogyakarta, biasanya kelahiran Nabi diperingati dengan upacara Grebeg Maulud. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama.

Pada masa - masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya.

Untuk tujuan itu, dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras suara yang merdu. Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Di sela - sela pergelaran, kemudian dilakukan khotbah dan pembacaan ayat - ayat suci dari Kitab Al-Qur’an. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam. Istilah “Syahadat” yang diucapkan sebagai “Syahadatain” ini kemudian berangsur - angsur berubah dalam pengucapannya, sehingga menjadi “Syakatain” dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang.

Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 kedua perangkat gamelan tersebut dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta,iring - iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap.

Pada umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugrahi awet muda. Sebagai “Srono” (Syarat) nya, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.

Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan Sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, Di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Yogyakarta.

Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk (bhs. Jawa : pecut) yang dibawanya pulang.

Selama lebih kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya, memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara Yogyakarta.

TOURISM : GREBEG MAULUD

Puncak perayaan Sekaten disebut Gerebeg Mulud. diselenggarakan pada hari keduabelas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada pukul 7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo,Daeng,Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis.

setiap unit mempunyai seragam masing2. parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara.

Pukul 10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang, lada merah, telor, dan beberapa pelengkap yg terbuat dari beras ketan. Dibentuk menyerupai gunung, melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah mataram.

Parade disambut dengan tembakan2 dan sahut2an oleh pengawal Kraton ketika melewati alun2 utara, prosesi semacam ini dinamakan Gerebeg. Kata ’gerebeg’ berarti ’suara berisik yg berasal dari teriakan orang2’. selanjutnya gunungan dibawa ke Masjid Agung untuk diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. orang2 biasanya berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya bahwa makanan tsb mengandung kekuatan gaib. Para petani biasanya menanam sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan kepercayaan ini akan menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.

Menurut kalender tahunan Jawa, masih ada perayaan lain yaitu Gerebeg Besar dan Gerebeg Syawal. Keduanya biasanya diselenggarakan setelah bulan Ramadan. Gerebeg Syawal dirayakan pada hari pertama Syawal,dan Gerebeg Besar dirayakan pada bulan kesepuluh dari kalender Jawa pada hari raya Kurban (Idul Adha), yg melambangkan hari pengorbanan umat Muslim.
 
Top