Khotbah
Empat Ruh Islam dalam Kehidupan
24/03/2011
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Pada hari ini, marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt. Semoga dalam perjalanan kehidupan kita setiap perilaku kita senantiasa dalam naungan rahmat dan hidayah-Nya. Tak lupa juga kita senantiasa bertabarruk kepada manusia yang paling utama, yang hanya karenanya Allah swt menciptakan alam seisinya. Muhammad saw. junjungan dan panutan kita umat muslim semua.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah...
Manusia mempunyai peran cukup penting di dunia. Kondisi baik dan buruk kehidupan di dunia tergantung pada baik buruknya prilaku manusia sebagai penghunianya. Inilah tugas manusia selaku khalifatullah seperti yang diterangkan. Allah dalam Surah al-Baqarah ayat: 30 yang dilanjutkan dengan ayat 31
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Maksud kata ‘khalifah’ dalam ayat di atas adalah manusia. Sedangkan kata asma’ dalam ayat selanjutnya bermakna ‘nilai’. Maksudnya, Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi sebagai ‘manifestasi’ Allah SWT yang berkewajiban mengembangkan asma’ (nilai) ilhiyah. Di antara ‘nilai-nilai ilahiyah di muka bumi adalah wujudnya keberagaman makhluk baik binatang ataupun tumbuhan. Misalnya ayam ada ayam kate, ayam pedaging, ayam jawa dan lain sebagainya. Tumbuhan apalagi, anggrek saja mempunyai berbagai farian, jenis rumput-rumputan. Begitulah sunnatullah yang selalu menjadikan sesuatu dengan beragam. Apalagi manusia, Allah SWT menjadikan manusia dalam berbagai etnis, ras, bangsa, suku, bahasa, status sosial dan sebagainya. Hal itu merupakan manifestasi Allah SWT sebagai rabb bagi alam semesta (rabb al-‘aalamin).
Jama’ah Jum’at yang di rahmati Allah...
Sepertinya, Allah SWT sengaja tidak menjadikan komunitas manusia dalam kondisi yang seragam, karena Allah SWT ingin menguji kwalitas manusia, apakah mereka mampu membangun keharmonisan dalam perbedaan? Sehingga tercipta kehidupan yang saling menghormati dalam persaingan yang sehat. Padahal bisa saja Allah SWT menciptakan manusia dalam satu macam saja, Allah SWT berfirman dalam surah al-Ma’idah 48 Artinya: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah menciptakan kalian dalam kondisi satu komunitas saja. Tetapi Allah hendak menguji kalian dengan pemberian-Nya itu (heterogenitas) kepada kalian. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Dalam menyikapi perbedaan ini, baik kiranya kita bercermin kepada laku Nabi Muhammad saw selama hidup di Madinah. Betapa beliau menghormati kelompok agama lain tanpa harus mengurangi semangat berdakwah Islam kepada mereka. Begitu pula Indonesia, Indonesia mempunyai bangsa yang majemuk. Mungkin di atas bumi ini hanya Indonesia yang dikaruniai Allah SWT. sebagai sebuah bangsa yang mempunyai ratusan suku, bahasa, tradisi dan budaya. Keragaman tersebut bukanlah tragedi, tetapi sebuah potensi yang dapat dijadikan instrumen untuk menciptakan kehidupan yang kreatif, inovatif dan kompetitif. Karena itu perlu adanya langkah pemahaman dalam menghadapi perbedaan ini. Sehingga kita sebagai manusia sukses menjalankan tugas Allah SWT dengan mengolah perbedaan menjadi harmonisitas sosial.
Oleh karena itu para haidirin semua, perlu kiranya kita melihat beberapa konsep dalam Islam mengenai perbedaan agar kiranya kita dapat memahami dan memaknai kehidupan yang berbeda-beda ini. Pertama ;
1. Ruh al-ta’addudiyyah yaitu upaya memahami orang lain. Keragaman manusia bukanlah petaka. Maka keragaman Indonesia merupakan potensi. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut perlu kesadaran rakyat negeri ini untuk saling mengenal dan memahami orang lain di sekitarnya, “Sesungguhnya Allah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.” QS. Al-Hujurat: 13
2. Ruh al-wathaniyya, upaya mengembangkan dan melestarikan tradisi. Sudah menjadi kemakluman bersama bahwa luasnya Indonesia dengan berbagai pulau secara geografis juga menjelaskan bahwa negeri ini kaya akan tradisi. Menghormati budaya sendiri dan melestarikannya merupakan upaya menanamkan sikap kebangsaan yang kuat terhadap diri sendiri. Sehingga tercipta suatu identitas individu/komunitas yang dapat melahirkan karakter sebuah bangsa.
3. Ruh al-insaniyyah, yaitu upaya menjaga komitmen kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Yaitu k omitmen menjaga esensi kemanusiaan dalam berbangsa dan negara di tengah realitas kemajemukan. Maka kita perlu menyadari bahwa seseorang tidak mungkin dapat melangkah sendirian tanpa orang lain. Semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Komitmen berbangsa dan bernegara berarti komitmen untuk tidak melakukan penindasan, diskriminasi, serta aksi kejahatan lainnya terhadap kelompok anak bangsa sendiri, hingga bangsa dan negara lain.
4. Ruh al-tadayyun (Memahami ideologi lain) upaya menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa setiap manusia mempunyai ideologi yang tidak harus sama dengan ideologi kita. Di tengah keragaman ideologi, yang paling ideal adalah memahami substansi ideologi sebagai sebuah ajaran yang mencita-citakan kedamaian. Yaitu ideologi ahlussunnah wal Jama’ah.
Empat langkah di atas merupakan tahapan upaya kita menjalin hidup ditengah masyarakat ini biar lebih islami. Sehingga pada tahap ideal akan terbentuk sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan hakikat kemanusiaan. Maka perjuangan yang meletakkan ‘nilai-nilai’ di atas sebagai dasar perjuangan, akan melahirkan sebuah iklim yang ideal, yaitu terciptanya sebuah bangsa yang menempatkan hakikat kemanusiaan di atas segala-galanya.
Para hadirin Jam’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Di akhir khutbah ini saya mengajak diri saya sendiri dan jamaah sekalian, agar terus merenung bertafakkur, menimbang keadaan di sekitar kita. Merenungkan berbagai fenomena dan kejadian di sekitar kita, sudahkan kita melakukan sesuatu demi kebaikan bersama? Marilah kita jawab dalam hati kecil kita
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Empat Ruh Islam dalam Kehidupan
24/03/2011
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى "ياأيهاالذين أمنوا اتقوالله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون" وقال النبي صلى الله عليه وسلم: اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحوها وخالق الناس بخلق حسن. صدق الله العلي العظيم وصدق رسوله النبي الحبيب الكريم, والحمد لله رب العالمين.
Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Pada hari ini, marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt. Semoga dalam perjalanan kehidupan kita setiap perilaku kita senantiasa dalam naungan rahmat dan hidayah-Nya. Tak lupa juga kita senantiasa bertabarruk kepada manusia yang paling utama, yang hanya karenanya Allah swt menciptakan alam seisinya. Muhammad saw. junjungan dan panutan kita umat muslim semua.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah...
Manusia mempunyai peran cukup penting di dunia. Kondisi baik dan buruk kehidupan di dunia tergantung pada baik buruknya prilaku manusia sebagai penghunianya. Inilah tugas manusia selaku khalifatullah seperti yang diterangkan. Allah dalam Surah al-Baqarah ayat: 30 yang dilanjutkan dengan ayat 31
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Maksud kata ‘khalifah’ dalam ayat di atas adalah manusia. Sedangkan kata asma’ dalam ayat selanjutnya bermakna ‘nilai’. Maksudnya, Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi sebagai ‘manifestasi’ Allah SWT yang berkewajiban mengembangkan asma’ (nilai) ilhiyah. Di antara ‘nilai-nilai ilahiyah di muka bumi adalah wujudnya keberagaman makhluk baik binatang ataupun tumbuhan. Misalnya ayam ada ayam kate, ayam pedaging, ayam jawa dan lain sebagainya. Tumbuhan apalagi, anggrek saja mempunyai berbagai farian, jenis rumput-rumputan. Begitulah sunnatullah yang selalu menjadikan sesuatu dengan beragam. Apalagi manusia, Allah SWT menjadikan manusia dalam berbagai etnis, ras, bangsa, suku, bahasa, status sosial dan sebagainya. Hal itu merupakan manifestasi Allah SWT sebagai rabb bagi alam semesta (rabb al-‘aalamin).
Jama’ah Jum’at yang di rahmati Allah...
Sepertinya, Allah SWT sengaja tidak menjadikan komunitas manusia dalam kondisi yang seragam, karena Allah SWT ingin menguji kwalitas manusia, apakah mereka mampu membangun keharmonisan dalam perbedaan? Sehingga tercipta kehidupan yang saling menghormati dalam persaingan yang sehat. Padahal bisa saja Allah SWT menciptakan manusia dalam satu macam saja, Allah SWT berfirman dalam surah al-Ma’idah 48 Artinya: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah menciptakan kalian dalam kondisi satu komunitas saja. Tetapi Allah hendak menguji kalian dengan pemberian-Nya itu (heterogenitas) kepada kalian. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Dalam menyikapi perbedaan ini, baik kiranya kita bercermin kepada laku Nabi Muhammad saw selama hidup di Madinah. Betapa beliau menghormati kelompok agama lain tanpa harus mengurangi semangat berdakwah Islam kepada mereka. Begitu pula Indonesia, Indonesia mempunyai bangsa yang majemuk. Mungkin di atas bumi ini hanya Indonesia yang dikaruniai Allah SWT. sebagai sebuah bangsa yang mempunyai ratusan suku, bahasa, tradisi dan budaya. Keragaman tersebut bukanlah tragedi, tetapi sebuah potensi yang dapat dijadikan instrumen untuk menciptakan kehidupan yang kreatif, inovatif dan kompetitif. Karena itu perlu adanya langkah pemahaman dalam menghadapi perbedaan ini. Sehingga kita sebagai manusia sukses menjalankan tugas Allah SWT dengan mengolah perbedaan menjadi harmonisitas sosial.
Oleh karena itu para haidirin semua, perlu kiranya kita melihat beberapa konsep dalam Islam mengenai perbedaan agar kiranya kita dapat memahami dan memaknai kehidupan yang berbeda-beda ini. Pertama ;
1. Ruh al-ta’addudiyyah yaitu upaya memahami orang lain. Keragaman manusia bukanlah petaka. Maka keragaman Indonesia merupakan potensi. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut perlu kesadaran rakyat negeri ini untuk saling mengenal dan memahami orang lain di sekitarnya, “Sesungguhnya Allah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.” QS. Al-Hujurat: 13
2. Ruh al-wathaniyya, upaya mengembangkan dan melestarikan tradisi. Sudah menjadi kemakluman bersama bahwa luasnya Indonesia dengan berbagai pulau secara geografis juga menjelaskan bahwa negeri ini kaya akan tradisi. Menghormati budaya sendiri dan melestarikannya merupakan upaya menanamkan sikap kebangsaan yang kuat terhadap diri sendiri. Sehingga tercipta suatu identitas individu/komunitas yang dapat melahirkan karakter sebuah bangsa.
3. Ruh al-insaniyyah, yaitu upaya menjaga komitmen kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Yaitu k omitmen menjaga esensi kemanusiaan dalam berbangsa dan negara di tengah realitas kemajemukan. Maka kita perlu menyadari bahwa seseorang tidak mungkin dapat melangkah sendirian tanpa orang lain. Semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Komitmen berbangsa dan bernegara berarti komitmen untuk tidak melakukan penindasan, diskriminasi, serta aksi kejahatan lainnya terhadap kelompok anak bangsa sendiri, hingga bangsa dan negara lain.
4. Ruh al-tadayyun (Memahami ideologi lain) upaya menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa setiap manusia mempunyai ideologi yang tidak harus sama dengan ideologi kita. Di tengah keragaman ideologi, yang paling ideal adalah memahami substansi ideologi sebagai sebuah ajaran yang mencita-citakan kedamaian. Yaitu ideologi ahlussunnah wal Jama’ah.
Empat langkah di atas merupakan tahapan upaya kita menjalin hidup ditengah masyarakat ini biar lebih islami. Sehingga pada tahap ideal akan terbentuk sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan hakikat kemanusiaan. Maka perjuangan yang meletakkan ‘nilai-nilai’ di atas sebagai dasar perjuangan, akan melahirkan sebuah iklim yang ideal, yaitu terciptanya sebuah bangsa yang menempatkan hakikat kemanusiaan di atas segala-galanya.
Para hadirin Jam’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Di akhir khutbah ini saya mengajak diri saya sendiri dan jamaah sekalian, agar terus merenung bertafakkur, menimbang keadaan di sekitar kita. Merenungkan berbagai fenomena dan kejadian di sekitar kita, sudahkan kita melakukan sesuatu demi kebaikan bersama? Marilah kita jawab dalam hati kecil kita
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم