Kualitas kesabaran kita diuji sepanjang jalan kita meraih tujuan, untuk menjadikan diri kita orang yang tenang dan penuh kasih sayang. Semakin kita sabar, semakin dapat menerima hidup ini apa adanya bukan semakin memaksakan hidup ini persis seperti yang kita kehendaki. Tanpa kesabaran, hidup pastilah akan membuat kita sangat frustasi. Kita akan mudah jengkel, terganggu, dan merasa disakiti.


Kesabaran menambahkan suatu dimensi ketenteraman dan rasa menerima pada hidup kita. Dimensi yang sangat penting bagi ketenangan batin. "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." (Ali Imran: 200).

Menjadi lebih sabar mengharuskan kita membuka hati kita pada saat sekarang, bahkan bila kita tidak menyukainya. Bila kita terjebak di tengah kemacetan total, terlambat datang ke sebuah pertemuan, membayangkan saat-saat itu akan berarti memerangkap diri kita, membentuk bola salju mental sebelum pikiran kita keluar dan mengingatkan kita untuk santai. Ini juga mungkin waktu yang baik untuk meraih nafas dan juga kesempatan untuk mengingatkan dirimu bahwa, pada skema yang lebih besar, terlambat adalah "masalah kecil". "Siapa saja yang melatih dirinya untuk bersabar, niscaya Allah akan memberikan kepadanya kekuatan sehingga mampu bersabar." (Al Hadits).

Kesabaran juga mengharuskan kita melihat ketidakbersalahan pada diri orang lain. Seringkali ketika aku sedang menulis, ibu memanggilku untuk melakukan ini itu, yang bagi seorang penulis bisa sangat membuyarkan konsentrasi. Yang aku ingat setelah itu, adalah jasa-jasanya yang begitu banyak, yang telah diberikannya kepadaku, bukan memikirkan implikasi yang bisa terjadi pada pekerjaanku karena gangguannya itu ("Aku tak bisa menyelesaikan pekerjaanku, aku kehilangan ilham, hari ini aku tak punya waktu lagi untuk menulis,dan seterusnya").

Aku ingatkan diriku mengapa ibu menyuruhku melakukan ini itu – karena aku anaknya, dia masih percaya kepadaku, bukan berencana merusak pekerjaanku. Bila aku ingat untuk melihat ketidakbersalahan, aku akan segera memunculkan suatu perasaan sabar, dan perhatianku balik kembali ke masa sekarang. Rasa terganggu yang mungkin terbentuk menjadi lenyap dan aku diingatkan sekali lagi, bahwa betapa beruntungnya aku memiliki ibu yang telah melahirkanku.

Aku menemukan bahwa bila kita melihat lebih jauh, kita dapat hampir selalu melihat ketidakbersalahan di dalam diri orang lain, dan juga di dalam setiap situasi yang baik membuat frustasi. Bila kita melakukannya, kita akan menjadi orang yang lebih sabar dan tenang dan, dengan cara yang aneh, kita mulai menikmati saat-saat yang biasanya akan membuat kita frustasi.
 
Top