Kamis, 5 Agustus 2010 12:24
Yogyakarta, NU Online
Pemerintah sedang menyiapkan regulasi khusus untuk menyejajarkan jamu tradisional dengan obat-obatan konvensional. Selama ini jamu tradisional memang masih dianggap bukan obat yang ilmiah karena standardisasi kandungan kimianya belum dipersyaratkan.
"Pemerintah saat ini sedang menyusun rancangan undang-undang (RUU) yang menempatkan jamu sejajar dengan obat-obatan konvensional," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Agus Purwadianto di Yogyakarta, Rabu (4/8) kemarin.
Dalam sistem kesehatan nasional, lanjut Agus, jamu sebenarnya telah diakui dan diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. "Seharusnya jamu ditempatkan sejajar dengan obat-obatan konvensional," katanya
Menurut dia, pada Undang-undang (UU) Kesehatan disebutkan jamu merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Ia mengatakan dalam UU Kesehatan disebutkan jamu merupakan bagian dari obat tradisional yang merupakan ramuan turun temurun, dan dibukukan maupun tidak dibukukan.
"Penggabungan metode pengobatan nonkonvensional dengan pengobatan konvensional akan memberikan khasiat pengobatan yang lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan satu jenis pengobatan," katanya.
Agus mengatakan, untuk menghilangkan kesan tidak ilmiah yang melekat pada jamu, pemerintah sedang menggalakkan saintifikasi jamu, yaitu cara untuk memperoleh bukti ilmiah dari khasiat jamu.
"Saintifikasi jamu akan meningkatkan penggunaan jamu yang telah teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit," katanya.
Saintifikasi jamu juga diharapkan bakal meningkatkan penggunaan jamu di kalangan profesi kesehatan.
Jamu sebagai obat tradisional asli Indonesia memang belum diperlakukan sejajar dengan obat-obatan medis. Selama jamu belum terintegrasi dengan sistem kesehatan formal di Indonesia.
"Banyak dokter di Indonesia yang terkesan berperan sebagai petugas promosi dan pemasaran perusahaan farmasi multinasional, sehingga mereka tidak mau mengobati pasien dengan memanfaatkan jamu," katanya dalam seminar ’Dissemination of Progress Results in Herbal Medicine Development" itu. (sam/kcm)